Pengembangan Sinkronisasi Sistem Informasi Adzan Terintegrasi


Ditulis oleh: Albi Fitransyah, S.Si, M.T (Dosen Kalkulus I, II)

Pernahkah kita mendengar suara adzan di sekitar kita? Jawabannya pasti sering. Lalu saya lontarkan pertanyaan lagi, jam berapa kita mendengar adzan? Jawaban ilmiahnya tentu ketika waktu solat tiba. Lalu ada pertanyaan lagi, dapat dari mana waktu solatnya? Lalu pertanyaan paling mendasar, kenapa ya suara azan kadang sama kadang berbeda? Nah kalau masih dalam 1 kota, seharusnya relatif sama. Kenapa ya kita sering mendengar adzan di 1 lingkungan kelurahan saja, waktunya berbeda-beda. Masjid di dekat rumah belum adzan, tapi mengapa di masjid RW sebelah sudah terdengar adzan. Lalu di masjid sebelah utara yang masih berada di 1 kelurahan saja sudah mulai menggemakan adzan. Ketika saya cek dari jam hp saya yang langsung terkoneksi ke satellite, ternyata belum masuk waktu adzan. Kurang lebih sekitar 4 menit lagi baru masuk adzan. Kita jadi bingung mau jawab adzan, karena suara adzan akan terdengar bertubi-tubi dan tidak dikumandangkan pada waktu yang bersamaan.

Melihat hal itu saya mencoba melakukan analisis sederhana. Saya mencoba setiap menjelang kumandang adzan selalu naik ke loteng atau bangunan paling tinggi di rumah saya. Dan ternyata terbukti bahwa kumandang azan tidaklah serempak. Bahkan bisa mengalami penyimpangan waktu hingga 10 menit. Tentu ini sangatlah riskan bagi Kaum Muslimin dan Muslimat yang sedang menunaikan ibadah puasa, terutama untuk maghrib dan subuh yang diperlukan ketepatan waktu.

Setelah itu saya mencoba ingin mengetahui apa penyebab perbedaan waktu itu. Saya keliling masjid per masjid yang masih berada pada 1 kelurahan Cicadas, Bandung (ambil sebagai studi kasus). Ternyata bukan karena perbedaan jadwal hariannya yang bermasalah, tetapi karena waktu yang ditunjukkan pada setiap jam digital tidaklah sama!! Saya melakukan observasi dan mengamati perubahan jam pada salah satu masjid terdekat rumah saya. Dan ternyata masing-masing jam digital bisa mempunyai kecepatan pergerakan detik yang berbeda-beda. Perlu diketahui bahwa jam analog yang mekanik itu setiap detik bergerak dengan kecepatan 6 derajat per detik. Akan tetapi karena jam digital yang ada di setiap masjid tersebut tidak pernah dikalibrasi, maka bisa saja angka digital yang nampak tidak sesuai dengan waktu yang standar.Sehingga akibatnya seorang muazin yang akan mengumandangkan adzan membaca informasi di jam nya dianggap sudah sesuai waku solat. Karena alarm berbunyi sesuai jam digitalnya. Padahal waktu sesungguhnya belumlah masuk alarm, karena jamnya tidak sama.

Terdapat beberapa solusi untuk mengatasi hal ini.

Pertama, teknik kalibrasi untuk sinkronisasi manual dan berkala. Setiap pengurus masjid berkewajiban melakukan kalibrasi untuk sinkronisasi manual secara periodik dan berkala. Misalnya setiap seminggu sekali, petugas masjid selalu mencocokkan jam digital masjid dengan jam handphone, jam televisi nasional, jam Telkom, jam BMKG, atau jam Windows Server Internet. Upayakan setiap mengkalibrasi jam digital selalu tepat sampai orde detiknya.

Kedua, teknik kalibrasi untuk sinkronisasi dilakukan menggunakan stasiun radio pemancar FM/AM yang disiarkan oleh Masjid Raya dan disiarkan secara langsung melalui stasiun radio. Stasiun radionya acaranya hanya pemberitahuan informasi akan masuk waktu adzan kurang lebih setiap 10 menit sebelum adzan disiarkan gema tarhim dan bisa direlay secara live oleh semua masjid yang tersebar di kota Bandung ini. Ketika setiap selesai tarhim, maka aka nada pemberitahuan beberapa detik lagi akan adzan. Sehingga ketika Masjid Raya mulai masuk adzan, baru masjid-masjid yang lainnya diperbolehkan adzan. Sistem seperti ini tidak perlu terpaku pada jam digital yang ada di masjid. Artinya standar acuannya cukup melalui siaran radio yang dipancarkan oleh Masjid Raya saja. Sehingga ketidakakuratan perhitungan jam digital di setiap masjid bisa diminimalkan. Setiap masjid cukup mempunyai radio receiver saja yang bisa diperoleh di toko-toko elektronik dengan mencocokkan frekuensi dari pemancar pusat. Untuk yang menggemakan adzan, maka setiap muazin dipersilakan mengumandangkan adzannya masing-masing. Sehingga adzan tidak direlay dari Masjid Raya. Namun bila di suatu masjid tidak ada muazinnya, maka dipersilakan untuk merelay adzan dari Masjid Raya. Ke depan semua stasiun Radio dan Televisi Pemerintah dan Swasta harus merelay siaran Adzan pada waktu yang bersamaan ke Stasiun Radio Adzan ini sesuai lokasi kotanya. Bila itu siaran nasional, maka stasiun televisi relay dapat merelay adzan sesuai kotanya. Sistem ini akan membuat semua warga yang mendengarkan radio atau menonton televisi secara serempak mengetahui waktu adzan dengan kompak. Sehingga 1 muazin akan dipancarkan secara berjaringan ke semua media.

Ketiga, teknik kalibrasi untuk sinkronisasi dilakukan menggunakan media jaringan komputer. Caranya dengan menghubungkan seluruh jam digital yang tersebar di setiap masjid ke saluran Internet Service Provider (ISP) dan setiap pukul 00:00:00 WIB seluruh jam digital akan mereset secara otomatis setiap harinya dengan jam – menit- detik yang sama. Sehingga apapun kondisi dan kualitas jam digital selalu akan terkoreksi setiap jam 00:00:00 WIB. Cara yang paling ampuh adalah menyediakan 1 server di Masjid Raya menggunakan protokol Network Time Protocol (NTP) dengan menginstall 1 aplikasi adzan sebagai software panduan yang standar. Sistem sinkronisasi waktu digunakan supaya system waktu pada setiap jam digital yang tersebar di seluruh masjid memiliki ketepatan waktu, tanpa harus dilakukan penepatan waktu oleh pengguna. Untuk yang menggemakan adzan, maka setiap muazin dipersilakan mengumandangkan adzannya masing-masing. Namun bila di suatu masjid tidak ada muazinnya, maka dipersilakan untuk merelay adzan dari Masjid Raya. NTP di sini berfungsi untuk melakukan time-synchronization antara host dengan host lainnya.

Ketiga solusi di atas tentu akan saya kembangkan sebagai bentuk penelitian dan pengabdian saya kepada masyarakat. Saya berharap dengan standarisasi waktu adzan ini untuk kota Bandung, saya bisa bekerjasama dengan berbagai pihak seperti: Pemerintah Kota Bandung, Majelis Ulama Indonesia (MUI) kota Bandung, Badan Hisab Ru’yat (BHR) Kementerian Agama Republik Indonesia, Ru’yatul Hilaal Indonesia (RHI). LAPAN RI (Prof Thomas Djamaluddin), Imah Noong (Pak Hendro Setyanto). Observatorium Boscha ITB, dan Radio Republik Indonesia Bandung (RRI Stasiun Bandung). Bagi para mahasiswa yang berminat ingin mengembangkan penelitian saya ini bisa menuliskan komentarnya di sini atau bisa mengubungi email saya di: [email protected]. Penelitian ini erat kaitannya untuk bidang-bidang: Informatika, Sistem Informasi, Sistem Komputer, Ilmu Komputer, Matematika, Teknik Elektro, Fisika, dan Teknik Fisika.


Leave a Reply